MAKALAH
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah tasawuf
yang di bimbing oleh, Bapak Drs. H.Aminullah M.Ag
oleh:
Abdul Hobir (082 091 025)
Agus Bonggo Pribadi (082 091 027)
Afifatul Maghfirah (082 091 026)
Dewi Bahjatul Lulu'ah (082 091 033 )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
JEMBER Oktober 2010
IMAM DZUNNUN AL-MISRY ( 180 - 245 H)
A. Biografi Singkat
Nama lengkapnya adalah Abul Faiz Tsauban bin Ibrohim, namun panggilan akrab dan nama populernya adalah " Dzun Nun Al Mishri " lahir di Ikhmin Mesir pada tahun 180 H./ 796 M. dan wafat pada tahun 246 H./ 856 M. Julukan Dzunnun diberikan kepadanya sehubungan dengan berbagai kekeramatannya yang Allah berikan kepadanya. Beliau pernah belajar pada Imam Malik bin Anas di madinah, dan sering bertemu dengan Imam Ahmad bin Hambal, Ma'ruf Al Karky, Sirri Al Saqathi, dan Bisyri Al Hafi. Semua adalah tokoh tasawuf terkemuka pada zaman itu.
Dari negerinya, Mesir, beliau berangkat dari negeri-negeri Arab dan Syiria. Liku-liku perjalanan hidup di negeri orang, Ia pun pernah merasakan pedihnya berhadapan dengan penguasa. Ia pernah di tangkap dan di penjarakan di Baghdad selama 40 hari, yakni pada masa khlifah Al Mutawakkil 'Alallah, yakni khalifah ke-10 dari bani abbasyiah. Selanjutnya ia di pulangkan lagi ke negerinya.
Sebelum Al Misri, sebenarnya sudah ada sejumlah guru sufi, tetapi ia adalah orang pertama yang memberi tafsiran terhdap isyarat-isyarat tasawuf. Ia pun merupakan orang pertama di Mesir yang berbicara tentang ahwal dan maqamat para wali dan orang pertama yang memberi definisi tauhid yang bercorak sufistik. Tidaklah mengherankan kalau sjumlah penulis menyebutnya sebagai salah seorang peletak dasar-dasar tasawuf. Pendapat tersebut cukup beralasan, mengingat Al Misri hidup pada masa pertumbuhan ilmu tasawuf. Lagi pula, ia seorang sufi pengembara yang memiliki kemampuan dan keberanian untuk menyatakan pendapatnya.
Banyak cara kalau Allah berkehendak menjadikan hambanya menjadi kekasihnya. Kadang berliku penuh onak dan duri. Kadang lurus bak jalan bebas hambatan. Kadang melewati genangan lumpur dan limbah dosa. Tak dikecualikan apa yang terjadi pada Dzunnun al-Misri. Bukan wali yang mengajaknya ke dunia tasawuf. Bukan pula seorang alim yang mewejangnya mencebur ke alam hakikat. Tapi seekor burung lemah tiada daya.
Pengarang kitab al-Risalah al-Qusyairiyyah bercerita bahwa Salim al-Maghriby menghadap Dzunnun dan bertanya "Wahai Abu al-Faidl !" begitu ia memanggil demi menghormatinya "Apa yang menyebabkan Tuan bertaubat dan menyerahkan diri sepenuhnya pada Allah SWT ? ". "Sesuatu yang menakjubkan, dan aku kira kamu tidak akan mampu". Begitu jawab al-Misri seperti sedang berteka-teki. Al-Maghriby semakin penasaran "Demi Dzat yang engkau sembah, ceritakan padaku" lalu Dzunnun berkata : "Suatu ketika aku hendak keluar dari Mesir menuju salah satu desa lalu aku tertidur di padang pasir. Ketika aku membuka mata, aku melihat ada seekor anak burung yang buta jatuh dari sangkarnya. Coba bayangkan, apa yang bisa dilakukan burung itu. Dia terpisah dari induk dan saudaranya. Dia buta tidak mungkin terbang apalagi mencari sebutir biji. Tiba-tiba bumi terbelah. Perlahan-lahan dari dalam muncul dua mangkuk, yang satu dari emas satunya lagi dari perak. Satu mangkum berisi biji-bijian Simsim, dan yang satunya lagi berisi air. Dari situ dia bisa makan dan minum dengan puas. Tiba-tiba ada kekuatan besar yang mendorongku untuk bertekad : "Cukup… aku sekarang bertaubat dan total menyerahkan diri pada Allah SWT. Akupun terus bersimpuh di depan pintu taubat-Nya, sampai Dia Yang Maha Asih berkenan menerimaku".
Betapa indahnya ketika ilmu berhiaskan tasawuf. Betapa mahalnya ketika tasawuf berlandaskan ilmu. Dan betapa agungnya Dzunnun al-Misri yang dalam dirinya tertata apik kedalaman ilmu dan keindahan tasawuf. Nalar siapa yang mampu membanyah hujjahnya. Hati mana yang mampu berpaling dari untaian mutiara hikmahnya. Dialah orang Mesir pertama yang berbicara tentang urutan-urutan al-Ahwal dan al-Maqomaat para wali Allah.
Maslamah bin Qasim mengatakan "Dzunnun adalah seorang yang alim, zuhud wara', mampu memberikan fatwa dalam berbagai disiplin ilmu. Beliau termasuk perawi Hadits ". Hal senada diungkapkan Al-Hafidz Abu Nu'aim dalam Hilyah-nya dan al-Dzahabi dalam Tarikh-nya bahwasannya Dzunnun telah meriwayatkan hadits dari Imam Malik, Imam Laits, Ibn Luha'iah, Fudail ibn Iyadl, Ibn Uyainah, Muslim al-Khowwas dan lain-lain. Adapun orang yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah al-Hasan bin Mus'ab al-Nakha'i, Ahmad bin Sobah al-Fayyumy, al-Tho'i dan lain-lain. Imam Abu Abdurrahman al-Sulamy menyebutkan dalam Tobaqoh-nya bahwa Dzunnun telah meriwayatkan hadis Nabi dari Ibn Umar yang berbunyi " Dunia adalah penjara orang mu'min dan surga bagi orang kafir".
B. Ajaran-Ajaran Tasawuf Imam Dzun Nun Al Mishri
1. Makrifat
Al Misri adalah pelopor paham makrifat. Penilaian ini sangatlah tepat karena berdasarkan riwayat Al- Qathfi dan Al- Mas’udi yang kemudian dianalisis Nicholson dan Abdul Qodir dalam falsafah As-sufiah fi Al islam, al Misri berhasil memperknalkan corak baru tentang makrifat dalam sufisme islam. Pertama, ia membedakan antara “ma’rifat sufiah” dengan “ma’rifat aqliyah”. Jika yang pertama menggunakan pendekatan qalb yang biasa digunakan para sufi, yang kedua menggunakan pendekatan akal yang biasa digunakan para teolog. Kedua, menurut al-Misri, ma’rifat sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati), sebab makrifat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak zaman azali. Ketiga, teori-teori makrifat Al-Misri menyerupai gnosisme ala Neo-Platonik. Ia pun dipandang sebagai orang yang pertama kali memasukkan unsur filsafat dalam tasawuf.
Pandangan –pandangan Al-Misri tentang makrifat pada mulanya sulit diterima kalangan teolog, sehingga ia di anggap sebagai seorang Zindiq. Karena itu pula ia ditangkap kholifah, tetapi akhirnya ia dibebaskan. Berikut ini beberapa pandangannya tentang hakikat makrifat:
a. Sesungguhnya makrifat yang hakiki bukanlah ilmu keesaan, tetapi makrifat terhadap keesaan Tuhan yang husus dimiliki para wali Allah. Sebab mereka adalah yang menyaksikan Allah denganb hatinya sehingga terbukalah hatinya apa yang tidak dibukakan untuk hamba-hambaNya yang lain.
b. Makrifat yang sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya makrifatyang murni seperti matahari tak dapat dilihat, kecuali dengan cahayanya.
Kedua pandangan Al Misri diatas menjelaskan bahwa makrifat kepada Allah tidak dapat ditempuh melalui pendekatan akal dan pembuktian-pembuktian, tetapi dengan jalan makrifat batin, yakni Tuhan menyinari hati manusia dan menjaganya dari kecemasan, sehingga semua yang ada di dunia ini tidak mempunyai arti lagi. melalui pendekatan ini, sifat-sifat rendah manusia perlahan-lahan terangkat keatasdan selanjutnya menyandnag sifat-sifat luhur seperti yang dimiliki Tuhan, sampai akhirnya, ia sepenuhnya hidup di jalanNya dan lewat dirinya
Al Misri membagi pengetahuan tentang Tuhan (makrifat) menjadi tiga macam, yaitu:
1. pengetahuan untuk seluruh muslim
2. pengetahuan khusus unntuk para filosof dan ulama’ dan
3. pengetahuan khusus untuk para wali Allah
2. Maqamat dan Ahwal
Pandngan Al-Misri tantang maqamat dikemukakan pada beberapa hal saja, yaitu At-t yang bertobat dari aubah, Ash-sabr, At-tawakkal, dan Ar-ridho. AlMisri menjelaskan bahwa simbol-simbol zuhud itu adalah sedikit cita-cita, mencintai kefakiran, dan memiliki rasa cukup yang disertai dengan kesabaran.
Al-Misri membagi tobat menjadi tiga tingkatan, yaitu:
- orang yang bertobat karena dari dosa dan keburukannya
- orang yang bertobat dari kalalaiannya dan kealfaannya dalam mengingat Tuhan
- orang yang bertobat karena memandang kebaikan dan ketaatannya.
Keterangan Al-Misri tentang maqam ash-shabr dikemukakan dalam bentuk kepingan dialog dari sebuah riwayat. Suatu ketika ia menjenguk orang sakit. Ketika orang sakit itu merintih, Al-Misri berkata: “tidak termasuk cinta yang benar orang yang tidak sabar dalam menghadapi cobaan Tuhan” orang sakit itu kemudian menimpali,”tidak benar pula cintanya orang yang merasakan kenikmatan dari suatu cobaan”.
Berkenaan dengan maqam At-tawakkal, Al-Misri mendefinisikannya sebagai berhenti memikirkan diri sendiri dan merasa memiliki kekuatan. Intinya adalah penyerahan diri kepada Allah disertai perasaaan tidak memiliki kekuatan. Hilangnya daya dan kekuatan seolah-olah mengandung arti pasif atau mati. Ungkapan seperti ini dikemukakan oleh Abu Ya’kub An-nahrujuri bahwa tawakkal adalah kematian jiwa tatkala ia kehilangan peluang, baik yang menyangkut urusan dunia maupun akhirat.
Ketika ditanya tentang Ar-ridho, Al-Misri menjawab bahwa Ar-Ridho adalah kegembiraan hati menyambut ketentuan Tuhan baginya. Sedangkan ahwal Al-Misri menjadikan mahabbah sebagai urutan pertama dari empat ruang lingkup pembahasan tentang tasawwuf. Sebab tanda-tanda orang-orang yang mencintai Allah adalah mengikuti kekasihnya, yakni nabi Muhammad saw. dalam hal akhlak, perbuatan, segala perintah dan sunnah-sunnahnya. Artinya, orang-orang yang mencintai Allah senantiassa mengikuti sunnah rosul, tidak mengabaikan syariat. Untuk memberikan pemahaman yang lebih jauh tentang mahabbah bagi orang yang ingin mengetahuinyadengan merinci unsur-unsurnya, ia mengatakan bahwa ada tiga simbol mahabbah yaitu, rida terhadap hal-hal yang tidak disenangi, berperasangka baik terhadap sesuatu yang belum diketahui, dan berlaku baik dalam menentukan pilihan dan terhadap hal-hal yang di peringatkan.
Komentar
Dzunnun Al-Misri mengutamakan Allah atas segala-galanya. Semua ketentuan adalah kehendak Allah, Sebagai pengembara yang memiliki kemampuan dan kebenaran untuk menyatakan pendapat. Al-Misri mempunyai banyak pengalaman dalam hidupnya. Terlebih dalam bidang makrifat, Pengetahuannya tentang makrifat sungguh luar biasa, pandangannya tentang hakikat makrifat juga tak dapat dipungkiri lagi kehebatannya.Sehingga tidak salah lagi jika dia disebut sebagai pelopor ajaran ahwal dan maqamat. Selain itu ada lagi ajaran yang sangat penting dari pandangan Dzun Nun Al Mishri yaitu bahwa: "orang yang sudah mencapai tingkat mahabbah kepada Allah adalah orang-orang yang mengutamakan Allah atas segala-galanya ".
Pandangan-pandangan Al-misri tentang ahwal dan maqamat yang begitu mendalam juga kecintaannya yang begitu besar kepada Allah membuatnya semakin pantas menyandang gelar sufi.
DAFTAR PUSTAKA
Solihin,M dan Rosihon Anwar. 2008. Ilmu Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia.
Arifin,S.Ag.___.Tokoh-Tokoh Sufi.Surabaya ; Karya Utama
Prof.H.A.Rifay Siregar.2002.Tasawuf Dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme.Jakarta;PT Raja Grafindo Persada.s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar